Kamis, 01 September 2016

Yang Kualitatif



Perubahan kualitatif – yang secara kasar dapat diartikan sebagai perubahan menuju kualitas yang lebih baik – adalah tujuan utama proses pembelajaran bagi siapa pun, di mana pun dan kapan pun. Orang yang tidak tahu mengenai sesuatu, kemudian diajar sesuatu sehingga akhirnya ia tahu – hal semacam ini terkadang sudah dianggap sebagai bentuk dari perubahan kualitatif itu. Anggapan yang umum berkembang ini kemudian berlaku secara dogmatis sehingga proses pembelajaran menjadi hanya semacam knowledge transfer. Jika seseorang yang bermula dari tidak tahu kemudian menjadi banyak tahu itu apakah lantas telah mengalami perubahan kualitatif?

Bagi anggapan di atas, jelas pasti ya, tetapi bagi proses kehidupan sesungguhnya, orang itu baru mengalami perubahan kuantitatif. Artinya, jumlah pengetahuan yang sedikit pada awalnya, kemudian setelah berproses belajar, jumlah pengetahuannya menjadi bertambah banyak. Sementara itu, jumlah pengetahuan yang banyak ini menjadi tidak ada artinya dalam kehidupan sesungguhnya jika tidak diamalkan. Dan kalau diamalkan hanya untuk kepentingan sendiri pun bisa dikata bahwa itu masih kuantitatif atau belum sepenuhnya kualititatif, karena kehidupan mensyaratkan perubahan terus menerus dari generasi satu ke generasi lain. Artinya, amalan ilmu untuk persendirian itu tidak menemu makna terdalamnya ketika ia tidak mampu mengubah generasi berikutnya.

Konsep kualitatif dalam kehidupan nyata ini tentu saja tidak hanya sekedar kulit atau ukuran-ukuran mati yang termaktub secara hitam di atas putih. Ia adalah praktika sesungguhnya. Penambahan pengetahuan dalam bidang apapun yang diperoleh dalam dunia pembelajaran yang dibentuk dalam sistem persekolahan, belumlah mampu menjawab sepenuhnya tuntutan kualitas kehidupan. Meski anggapannya adalah mereka mampu mengubah manusia secara kualitatif tetapi dalam level kehidupan ia masih sekedar kuantitaif atau katakanlah hanya hampir mendekat ke kualitatif. Nyatanya, banyak pebisnis sukses yang mampu melahirkan pebisnis muda yang sukses pula, sedangkan mereka tidak pernah sekolah bisnis. Banyak pekerja sukses yang bisa memberikan inspirasi bagi yang lain dan ternyata pekerjaannya tidak sesuai dengan konsentrasi yang diambilnya semasa studi. Di sisi lain banyak sekali yang tidak bisa apa-apa selepas dari bangunan sekolah yang tinggi dan kemudian kerjanya hanya menunggu nasib.

Mungkin karena itulah orang bijaksana berkata, “Belajarlah dari kehidupan.”


Eko Ompong, Makassar, 3 Desember 2012

2 komentar: