Jumat, 27 Januari 2023

Pertanyaan Pekerjaan

Pekerjaan mengandung makna ada sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang yang disebut sebagai pekerja. Selintas hal ini logis, namun secara nyata belum tentu karena yang disebut pekerjaan seringkali hanya menjalani waktu tunggu bagi seseorang yang terdaftar sebagai pekerja di sebuah instansi. Artinya, sebagian besar waktu pekerja ini dihabiskan untuk menunggu pekerjaan yang diberikan atasan. Jika atasan tidak memberikan perintah mengerjakan sesuatu, maka ia tidak bekerja tidak peduli berapa lamanya waktu tunggu itu. Meski begitu, situasi dan kondisi tersebut tidak menggugurkan labelnya sebagai pekerja. Hal ini terlihat sama sekali tidak mungkin dan jika memang terjadi maka keadaannya menjadi absurd.

 

Mungkin (bisa jadi atau memang demikian) pekerja tersebut memiliki daftar pekerjaan harian sesuai kemampuannya. Artinya, ada atau tidak ada perintah ia mesti mengerjakan pekerjaan harian tersebut sesuai tanggung jawabnya. Namun (bisa jadi), sistem atau kultur menghendaki bahwa melaksanakan kerja harian itu bukan dianggap sebagai bekerja dan bekerja itu adalah/hanyalah melayani perintah kerja atasan. Keadaan ini membuat pekerja yang aktif mengerjakan pekerjaan harian menjadi lebih senang menunggu perintah kerja atasan. Karena dengan demikian, maka ia akan dianggap bekerja dan dampaknya ia akan terlihat sebagai pekerja yang bekerja dengan baik karena mampu mengerjakan perintah atasan. Karena ia mampu melayani perintah atasan dengan baik, maka kondiktenya juga baik melebihi pekerja yang mengerjakan pekerjaan harian dan minim mengerjakan perintah atasan karena memang jarang mendapatkan perintah.

 

Sistem dan kultur semacam ini jelas akan menggiring semua pekerja untuk bekerja berdasar perintah atasan karena hanya pekerjaan semacam itulah yang dianggap sebagai bekerja. Terlebih ketika bekerja yang semacam ini mendapatkan apresiasi berupa kredit poin baik secara administratif maupun atas nilai subjektif atasan. Jika kemudian, semua bekerja menunggu perintah atasan, maka siapa yang akan mengerjakan pekerjaan harian? Jika kemudian, semua bekerja menunggu perintah atasan, maka bisakah atasan memberikan perintah kerja kepada semua pekerja? Jika semua pekerjaan berdasar perintah atasan, lalu apa makna kerja harian? Lalu, siapa sesungguhnya yang membuat daftar pekerjaan harian bagi setiap pekerja sesuai bidangnya dan mengapa ini kemudian tidak dianggap sebagai pekerjaan? Lalu apakah perintah kerja atasan itu selalu tidak terhubung dengan pekerjaan harian, karena perintah kerja biasanya berupa surat khusus yang membuat pekerja mau bekerja sebab kerja harian tidak memerlukan surat khusus berisi perintah kerja? Jika memang perintah atasan itu tidak terhubung dengan kerja harian si pekerja, maka apakah atasan paham pekerjaan harian yang menjadi tanggung jawab setiap pekerja? Jika tidak, lalu ia ada untuk mengatasi apa? Jika iya, mengapa pula ia memberikan perintah kerja di luar tanggung jawab pekerja yang sudah tertuang di dalam daftar pekerjaan harian?

 

Terakhir, apakah sistem atau kultur kerja di instansi semacam ini ada secara sungguh-sungguh?



1 komentar:

  1. Siip. Critical thinking tentang pekerja, bikin saya berpikir dalam dan melakukan retrospeksi tentang diri saya sendiri dan tentang kultur kerja di lembaga tempat saya dinyatakan sebagai karyawan...

    BalasHapus