Senin, 22 Februari 2021

Setan Kita

Selepas makan malam, muncul diskusi kecil antara saya dan istri soal setan dalam diri. Satu hal umum dan menarik untuk dibicarakan sambil santai. Setan, sepanjang pemahaman saya dan istri, adalah makhluk yang ditugaskan untuk menggoda manusia agar berbuat jahat. Dalam pemahaman ini, setan berada di luar diri manusia dan manusia berbuat jahat karena tergoda olehnya. Artinya, dengan kata lain, manusia tidak akan berbuat jahat tanpa adanya setan. Mungkin karena pemahaman seperti ini, maka seseorang yang berbuat jahat dapat dengan mudah menyalahkan setan. Artinya, ia berbuat seperti itu karena atas pengaruh setan.

Namun demikian, ketika kita mau sedikit memahami bahwa sebesar apapun pengaruh setan itu, pada akhirnya, kita jugalah yang akan menentukan dan melakukan perbuatan tersebut. Jadi, secara komprehensif pada dasarnya kitalah yang berbuat jahat. Oleh karena itu sebenarnya tidaklah sangat bijaksana melempar kesalahan yang telah kita lakukan pada makhluk lain. Pemahaman bahwa kitalah pada akhirnya yang menentukan hendak berbuat apa dalam kehidupan ini akan menempatkan setan sebagai sifat buruk yang senantiasa ada dalam diri kita sebagaimana halnya sifat baik. Dengan demikian, apapun yang kita lakukan adalah tanggung jawab kita dan bukan orang atau makhluk lain.

Setan sebagai sifat buruk yang ada dalam diri tidak mesti merupakan perbuatan jahat, namun bisa saja sesuatu yang sebenarnya baik tetapi tidak dapat kita kendalikan sehingga berakibat buruk. Pekerjaan adalah sesuatu yang baik dilakukan demi keberlangsungan hidup, namun, ketika hal itu dikerjakan dengan tanpa mengenal waktu dan akhirnya merusak kesehatan tubuh kita, maka itu menjadi sesuatu yang buruk. Kepemilikan harta adalah sesuatu yang baik karena dengan itu kita dapat menyelenggarakan hidup dengan aman, namun, menumpuk harta dengan membabi-buta bisa saja mengarahkan kita pada tindak menghalalkan segala cara, maka itu menjadi sesuatu yang buruk juga. Dengan pemahaman semacam ini, kita mesti mampu mengendalikan sifat baik dan buruk dalam menjalani hidup dan tidak perlu melemparkan kesalahan pada setan, karena ia ada di dalam diri kita.

Diskusi kecil selepas makan malam antara saya dan istri meninggalkan satu pemahaman yang sangat berharga. Ia dan saya saling tatap dan merasa tidak menduga bahwa ada kebijaksanaan dalam pembicaraan ringan selepas makan. Aku tersenyum karena itu, dan istrikupun tersenyum, tetapi ia tetap menatapku, bahkan tanpa kedip. Kupikir, ia masih memikirkan tentang pemahaman setan dalam diri itu. Tetapi sejenak kemudian aku tahu bahwa tatapannya seolah mengingatkan ada setan dalam diriku yang selalu hadir selepas makan, yaitu ketidakmauan membereskan meja makan. Ohh… (**)

 

Domas, 220221

Tidak ada komentar:

Posting Komentar