Selasa, 24 September 2019

Sepi

Satu waktu, di satu tempat, di sekitar pendidikan tinggi dalam satu acara, bertemulah aku dengan seorang terpelajar. Ia mendedikasikan diri di bidang pendidikan. Setelah basa-basi yang sedikit kaku, aku mulai bertanya tentang visi pengajaran yang ia berikan, termasuk di dalamnya rencana masa depan bagi murid-muridnya. Dengan penuh kepastian ia jelaskan dunia kerja yang bisa dimasuki para murid dan beberapa dari mereka memang telah berada di dalamnya. Satu hal yang membanggakan dan perbincangan pun berlanjut hingga sampailah pada titik di mana orientasi dan eksistensi pekerjaan tersebut didapatkan. Lalu, meluncurlah eksperiensi dan referensi nan meyakinkan. Namun, ternyata tak cukup dengan itu karena pekerjaan masa depan tersebut memerlukan rekognisi dari lembaga-lembaga lain untuk mengukuhkan eksistesni. Tanpa itu, pekerjaan yang dilakoni sang murid tadi menjadi tidak pasti. Sampai di sini, masih (berusaha) dengan gagah (sebenarnya mau menghindar), ia mengatakan bahwa itu sudah tidak lagi menjadi urusannya. Baginya, apa yang ia kerjakan telah selesai ketika murid tak lagi berada di kelasnya, selebihnya bukan menjadi urusannya. Mendengar itu tiba-tiba aku merasa sepi. Kepalaku benar-benar sepi. Tak berpikir untuk beberapa saat. Sama sekali. (**)

Adi Sucipto B, 240919

Tidak ada komentar:

Posting Komentar