Jumat, 09 Agustus 2019

Salah dan Malu

Kesalahan dalam pendidikan adalah keniscayaan yang mesti diterima dengan tangan terbuka. Ia merupakan bagian integral dari proses belajar. Kesalahan yang dipahami dengan baik sebab musababnya akan melahirkan pemahaman sehingga hal yang sama tidak akan lagi terulang kemudian. Penerimaan atas kesalahan akan menumbuhkan keberanian. Keterbukaan pada kesalahan akan membelajarkan ketelitian dan kehati-hatian. Berdasarkan pada kesalahan inilah kebenaran dapat diperoleh dan menjadi pengalaman pribadi berharga. Keahlian didapatkan dari analisis atas kesalahan yang pernah dilakukan. Ketika keahlian ini diakui dan pekerjaan diperoleh berdasar keahlian ini, maka kesalahan menjadi tanggung jawanb sekaligus variabel penilai. Jadi, jika seorang ahli hasil dari pendidikan semacam ini melakukan kesalahan di bidangnya, di mana pada saat yang sama ia memegang tanggung jawab, maka tidak ada kata lain baginya selain mundur dan menyerahkan tanggung jawab tersebut karena dengan melakukan kesalahan berarti ia tidak bisa lagi disebut sebagai ahli. Sebaliknya, masyarakat juga akan mudah meneriman hal demikian karena kesalahan mesti diterima dengan tangan tebuka dan merupakan hal wajar dalam proses pembelajaran.

Sementara, di sisi lain masih dalam koridor pendidikan, kesalahan harus dihindari sejak dini karena dianggap hal yang memalukan. Kesalahan menjadi bahan olok-olok semenjak masih sekolah dasar. Bahkan, kesalahan melahirkan hukuman yang tentu saja mempertebal rasa malu bagi pelaku kesalahan. Dalam situasi semacam ini, pelaku kesalahan akan mencoba menyembunyikan diri sebisa mungkin agar tidak mendapatkan malu. Pembelajaran akhirnya tidak didasarkan pada kebisaan riil melainkan penghindaran atas rasa malu. Berbagai langkah, strategi ataupun cara ditempuh - termasuk pencurangan - agar terhindar dari rasa malu ini. Keadaan ini kemudian membudaya dalam diri mulai dari  masa anak-anak hingga dewasa. Jadi pada akhirnya ia tidak pernah tahu kebenaran sesungguhnya karena hal itu justru dihindari ketika jalan untuk mencapainya harus dengan kesalahan. Ketika pada akhirnya pekerjaan penuh tanggug jawab didapatkan dan ia melakukan kesalahan atau tindak kecurangannya terketahui, maka yang dilakukan adalah menyangkal sebisa mungkin. Ia tidak akan mengakui kesalahan itu sebisa mungkin demi terhindar dari rasa malu. Bahkan ia akan menggunakan kekuasaannya untuk memaksakan diri bahwa ia benar, bagaimanapun caranya. Usaha-usaha penolakan akan ia lakukan tanpa rasa malu bahkan ketika orang lain melihatnya sebagai hal yang memalukan.

Jadi, prinsip pendidikan selama proses pembelajaran itu akan menentukan apakah seseorang bertanggung jawab atas kesalahannya dan mau mengakui serta menerima segala konsekuensi atau malu mengakui sehingga selalu berusaha menutupi dengan cara yang justru memalukan. (**)

Merapi Online, 090819

Tidak ada komentar:

Posting Komentar