Sabtu, 17 Februari 2018

Riuh Rendah Menenggelamkan

Orang-orang riuh rendah membicara pasal kondisi negara. Ada yang terpaku pada sosok pemimpin. Ada yang terpaku pada kehidupan yang dialami. Ada yang selalu mengambil hikmah dari apa yang terjadi meski mengeluh terus dalam hati. Ada yang hanya memikirkan diri sendiri atas segala apa yang terjadi. Dalam bicara soal negara ada-ada saja orang berpendapat sesuai prinsip atau jalan pikirannya. Namun rentetan peristiwa dalam hidup selalu mengait dengan sebab akibat. Demikian pula tentunya yang terjadi pada sebuah negara.  Karena akibatnya yang tidak terlalu baik, maka orang-orang melancarkan keluhan atas kondisi dan kritikan kepada pemimpin. Kalau akibatnya baik, maka orang-orang akan menikmati kondisi dan memuji kepemimpinan. Satu hal yang lumrah. Akan tetapi hal lumrah ini bisa saja tumbuh secara abnormal jika sikap terhadap sebab akibat itu tidak substansial. Sikap ini dimunculkan sebagai gambaran akan keterpakuan seseorang bukan pada substansi tetapi lebih pada emosi. Luapan perasaan ini tentu saja bermula dari pikiran. Seseorang yang terlalu terpaku pada kehidupannya akan meluapkan perasaan itu pada diri sendiri dan keadaan yang melingkupinya. Seseorang yang selalu mengambil hikmah akan senantiasa berusaha tenang, penuh kontrol meski dalam hati uring-uringan. Seseorang yang memikirkan diri sendiri akan meluapkan perasaan pada keadaan sebelum mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri. Sementara yang terpaku pada sosok pemimpin akan terbelah ke dalam 2 bagian. Yang pertama akan mempertahankan pikiran bahwa apa yang terjadi bukan karena pemimpin melainkan orang-orang yang dipimpin. Yang kedua akan memperahankan pikiran bahwa pimpinanlah yang memegang kendali komando sehingga apa yang terjadi adalah tanggungjawabnya. Riuh rendah ini tak akan bakalan selesai karena masing-masing memandang dengan kacamatanya sendiri. Sementara secara sederhana sering diajarkan untuk meneruskan yang baik dan dan memperbaiki yang kurang baik. Artinya tidak ada angka 100 dalam sebuah proses bernegara itu. Semua sadar akan hal ini. Namun, riuh rendah itu justru menenggelamkan seseorang atau sekelompok orang yang mencoba menunjukkan mengapa angka itu belum bisa 100. (**)

Surabaya, 17-02-18 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar