Orang-orang riuh rendah membicara pasal kondisi
negara. Ada yang terpaku pada sosok pemimpin. Ada yang terpaku pada kehidupan
yang dialami. Ada yang selalu mengambil hikmah dari apa yang terjadi meski
mengeluh terus dalam hati. Ada yang hanya memikirkan diri sendiri atas segala
apa yang terjadi. Dalam bicara soal negara ada-ada saja orang berpendapat
sesuai prinsip atau jalan pikirannya. Namun rentetan peristiwa dalam hidup
selalu mengait dengan sebab akibat. Demikian pula tentunya yang terjadi pada
sebuah negara. Karena akibatnya yang
tidak terlalu baik, maka orang-orang melancarkan keluhan atas kondisi dan
kritikan kepada pemimpin. Kalau akibatnya baik, maka orang-orang akan menikmati
kondisi dan memuji kepemimpinan. Satu hal yang lumrah. Akan tetapi hal lumrah
ini bisa saja tumbuh secara abnormal jika sikap terhadap sebab akibat itu tidak
substansial. Sikap ini dimunculkan sebagai gambaran akan keterpakuan seseorang
bukan pada substansi tetapi lebih pada emosi. Luapan perasaan ini tentu saja
bermula dari pikiran. Seseorang yang terlalu terpaku pada kehidupannya akan
meluapkan perasaan itu pada diri sendiri dan keadaan yang melingkupinya. Seseorang
yang selalu mengambil hikmah akan senantiasa berusaha tenang, penuh kontrol
meski dalam hati uring-uringan. Seseorang yang memikirkan diri sendiri akan
meluapkan perasaan pada keadaan sebelum mengambil keuntungan untuk dirinya
sendiri. Sementara yang terpaku pada sosok pemimpin akan terbelah ke dalam 2 bagian.
Yang pertama akan mempertahankan pikiran bahwa apa yang terjadi bukan karena
pemimpin melainkan orang-orang yang dipimpin. Yang kedua akan memperahankan
pikiran bahwa pimpinanlah yang memegang kendali komando sehingga apa yang
terjadi adalah tanggungjawabnya. Riuh rendah ini tak akan bakalan selesai
karena masing-masing memandang dengan kacamatanya sendiri. Sementara secara
sederhana sering diajarkan untuk meneruskan yang baik dan dan memperbaiki yang
kurang baik. Artinya tidak ada angka 100 dalam sebuah proses bernegara itu. Semua
sadar akan hal ini. Namun, riuh rendah itu justru menenggelamkan seseorang atau
sekelompok orang yang mencoba menunjukkan mengapa angka itu belum bisa 100.
(**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar