Secara sederhana, seseorang dikirim ke sekolah untuk mendapatkan pendidikan. Secara sederhana pula, pendidikan ini diselenggarakan untuk mempersiapkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Jadi dengan nalar yang juga sederhana, seseorang selepas sekolah semestinya berani melakoni hidupnya. Segala kemampuan untuk menyelenggarakan hidup telah ia dapat selama di sekolah. Akan tetapi, kesederhanaan nalar itu tidak bertemu dengan kenyataan yang ada. Naiknya angka pengangguran menunjukkan hal itu. Padahal para penganggur itu telah selesai sekolah. Apakah kecakapan yang didapat di ruang sekolah itu tidak berbanding lurus dengan kemampuan menjalani hidup bagi seseorang? Jika kenyataannya demikian, tentu saja kecakapan itu pasti tidak cukup memberanikan seseorang untuk menyelenggarakan kehidupannya. Lalu kalau tidak bisa digunakan untuk hidup kenapa itu diajarkan? Dan, untuk apa buang-buang waktu menyelesaikan pendidikan di sekolah? Kecakapan di sekolah seperti umum diketahui diukur berdasar nilai capaian sesuai konsentrasi yang dipelajari. Nilai ini dibubuhkan dalam bentuk angka. Artinya, angka yang didapat setara dengan nilai dan nilai merupakan sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai hakikatnya. Sementara di sisi lain, konsentrasi atau ilmu yang dipilih untuk dipelajari telah dengan suntuk dan masak-masak ditentukan berdasarkan kebutuhan seseorang dalam menjalani kehidupannya kelak. Dengan demikian menurut penalaran sederhana tidak ada alasan bagi seseorang takut menjalani hidup (menganggur) setelah menyelesaikan sekolah. Karena ia telah mendapatkan kesempurnaan (nilai) atas bidang-bidang yang dibutuhkan dalam kehidupan. Kalaupun kemudian kenyataan berkata sebaliknya, maka bidang yang diajarkan bisa dianggap tidak lagi sesuai dengan tuntutan kehidupan. Kalau bidang ini ternyata masih sangat sesuai berarti angka yang diberikan sebagai tanda kelulusan itu tidak lagi sama dengan nilai sebagai sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai hakikatnya. Akhirnya, sebesar apapun angka yang didapatkan seseorang di sekolah tidak kemudian sebanding dengan mutu penguasaan atasnya. Padahal untuk melakoni hidup itu dibutuhkan manusia bermutu bukan berangka. (**)
Domas, 03/02/18
Domas, 03/02/18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar