Seseorang merasa sangat bangga karena beberapa buku yang ia tulis menjadi "best seller". Di cetakan berikutnya selalu tulisan "best seller" itu tertera tegas nan gagah di cover depan dengan warna menyolok. Sungguh sangat menggembirakan apalagi mengingat orang tersebut adalah pengajar di perguruan tinggi. Benar-benar bisa dijadikan panutan. Kegagahan akademisi mewujudkan dirinya pada orang itu. Semua orang kagum. Salut. Hal ini semakin memicu semangat hingga orang itu menjadi lebih produktif untuk melahirkan buku-buku baru. Peletakan stempel "best seller" menjadi ritus wajib untuk setiap judul buku. Setiap terbitan selalu terjual habis. Selalu saja ada banyak orang yang mau membelinya, bahkan untuk semua judul yang ada. Banyak orang menaruh harap dari buku-buku itu. Mereka menaruh harap atas akibat langsung dari pembelian setiap judul buku di setiap akhir semester sesuai mata kuliah dengan nilai minimal "A minus". Kecakapan mereka sangat tergantung dari pembelian buku-buku itu. Mereka, banyak orang itu, yang selalu membeli buku adalah mahasiswa dari berbagai angkatan, penempuh mata kuliah dari pengajar sekaligus penulis buku-buku itu yang membeli karena diwajibkan untuk membeli. Mereka membeli karena tiba-tiba buku-buku itu harus menjadi satu-satunya sumber acuan dalam pembelajaran di mana pengajar sekaligus penulis itu mengajar. Mereka, jauh di dalam pikiran dan rasanya, membeli karena terpaksa. Mereka, berdasar logika realistiknya, membeli demi kelulusan sebuah mata kuliah. Mereka sadar sepenuhnya bahwa buku itu harus dibeli demi lancarnya kelanjutan studi. Mereka sejujurnya selalu membeli buku -buku itu dengan segenap perasaan bodoh, sedih, dan terjajah. Sementara pengajar yang menulis buku itu selalu gagah berjalan dengan stempel "penulis buku-buku best seller" di dadanya. (**)
Domas, 08-11-17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar