Dewasa ini pemanfaatan aplikasi pesan/obrolan antar sesama pengguna gawai merebak, dan seolah menjadi penanda modernitas seseorang. Hampir semua orang memiliki gawai dan secara sepakat menurut kultur komunitas atau wilayah, aplikasi yang digunakan pun seragam. Aplikasi ini melengserkan kedigdayaan pesan singkat berbayar atau per langganan sebelumnya. Orang hanya memerlukan sambungan internet - yang sekarang pun sudah banyak tersebar gratis di beberapa lokasi - untuk menggunakannya. Keriuhan pun mulai menggempita. Orang-orang senang karena kemudahan fitur aplikasi tersebut. Karena itu pula untuk lebih memudahkan dan menceriakan hari-hari yang ada, mereka mulai membuat kelompok obrolan. Kultur obrolan semestinya egaliter, bebas namun sopan serta sesuai karakter kelompok tersebut. Kultur obrolan telah lama mengakar secara nyata dalam masyarakat. Yang menjadi aneh dan justru lucu adalah ketika sekelompok profesi membuat grup melalui aplikasi obrolan. Mereka sepakat bahwa subjek pembicaraan adalah soal dan perihal yang berkaitan dengan profesi. Mula-mula berjalan baik dan semua anggota merasakan manfaat atas informasi atau soalan yang ada di obrolan. Namun, informasi dan soalan tidaklah bisa datang setiap saat. Waktu tunggu atas subjek materi obrolan ini kemudian mulai diisi subjek ringan terkait soalan dan peri kehidupan pribadi. Mula-mula ada teguran karena melenceng dari komitmen awal, tapi lama kelamaan semua anggota suka menyampaikan atau menanggapi hal-hal remeh-temeh dalam kehidupan pribadi yang justru menceriakan. Admin yang tadinya tegak lurus pun mulai ikut terlibat karena memang soalan pribadi yang dihadapi seseorang seringkali mirip meski asal muasal dan endingnya berbeda. Semua orang kemudian menjadi ceria dengan hal ini. Bahkan ketika ada informasi penting terkait profesi pun mereka menanggapinya seolah itu soal remeh-temeh nan renyah. Grup profesi kemudian berubah menjadi grup obrolan di luar profesi di mana kulturnya adalah egaliter, bebas namun sopan dan menandakan karakter para anggotanya. Grup profesi dalam obrolan itu kemudian menjadi tidak lagi profesional karena terjebak pada penikmatan individu atas aplikasi dan gawai yang sudah terlanjur dianggap modern dan profesional. Grup profesi itu tidaklah sepenuhnya sadar bahwa yang modern dan profesional itu sesungguhnya bukanlah gawai dan aplikasi yang ada di dalamnya melainkan manusia dan karakter orang yang menggunakannya. (**)
Klidon, 12 Oktober 2017
Klidon, 12 Oktober 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar