Beberapa tahun yang lalu istilah "gegar budaya" atau shock culture begitu menggema. Istilah ini menggambarkan setidaknya kebingungan dalam memposisikan diri dengan masuk dan diterimanya budaya asing. Bagaimana cara menyikapi dan mengekspresikan diri berkait dengan kepantasan (ukuran-ukuran). Kondisi yang sama nampaknya juga terjadi pada jagad akademik yang justru berlangsung sejak lama dan menderas belakangan ini. Terdapat 2 model besar pada fenomena "gegar akademik" atau academical shock ini. Pertama, orang mengejar prestasi akademik yang menjanjikan kasta tersendiri di lingkungan kerja atau dalam masyarakat. Kata prestasi tidak dimaknai secara sungguh-sungguh melainkan sekedar keterselesaian program persekolahan yang ditandai dengan sertifikat dan penyematan gelar di depan atau belakang nama. Gelar yang semestinya menandakan kompetensi ini hampir tidak nampak sama sekali dalam kiprahnya baik di dunia kerja ataupun masyarakat. Pendapatnya tetap saja tak berdasar dan susunan katanya sering belepotan, sementara penampilannya musti mentereng. Intinya, tampilan luar tidak menunjukkan kedalamannya, tapi tetap saja ia tak mau dianggap tak mampu. Ia tetap merasa berkompeten padahal lebih sering tidak. Posisinya serba kikuk, dan ekspresinya serba canggung. Kedua, adalah orang yang memang mampu atau berkompeten dalam bidangnya sehingga layak menyandang gelar akademik namun gagap dalam bersikap. Kegagapan ini mungkin disebabkan karena kekagetan dalam diri ketika pada akhirnya mampu menyandang gelar tersebut. Ia merasa serba tahu sehingga segala hal harus disikapi secara akademik. Penuh penulusuran, pemikiran, ketelitian, dan pertimbangan. Bahkan untuk hal yang mudah dan intuitif pun ia sikapi semacam ini. Ia beranggapan bahwa segala hal harus bisa dijelaskan menurut logika. Ia banyak berteori, mengungkapkan berbagai landasan dan pijakan berpikir atas sesuatu. Intinya, ia menjadi kaku dan sulit bertindak, apalagi berimajinasi. Hal keseharian yang mudah menjadi rumit. Hidupnya menjadi tak lagi seni. Memang tidak semua orang mengalami kondisi semacam ini, namun sayang banyak orang yang terkena gegar ini justru menempati posisi penting baik di dalam pekerjaan umum, kedinasan maupun akademik. (**)
Domas, 09-10-17
Domas, 09-10-17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar