Kegiatan berwisata secara umum dipandang sebagai satu
kewajiban yang harus dilakukan bagi manusia. Berwisata secara sederhana adalah
meluangkan waktu yang dimiliki untuk melepaskan diri dari rutinitas. Bentuknya
bisa bermacam-macam mulai dari jalan-jalan, makan-makan, sampai bepergian jauh
ke tempat-tempat tertentu. Orang-orang kebanyakan yang tidak punya banyak
kesempatan dan sederhana secara pendapatan, tidak bisa sering berwisata.
Paling-paling sekali atau dua kali setahun dan itu pun tidak bisa jauh dari
kota tempat ia tinggal. Bahkan mungkin hanya pada perayaan-perayaan tertentu
yang diselenggarakan di kota tempat tinggalnya saja.
Berbeda
dengan golongan menengah ke atas, di mana wisata itu benar-benar terencana baik
ketersediaan dan lamanya waktu, tempat, kegiatan dan dananya. Agenda yang bagi
orang minim ekonomi sudah dianggap berwisata, bagi golongan menengah ke atas
ini masih merupakan rutinitas sampingan. Oleh karenanya, makna berwisata itu
menjadi sangat berbeda bagi mereka. Berwisata itu harus istimewa, tempat
kunjungannya jauh-jauh, berbeda-beda dan banyak ragam atraksi wisatanya. Tentu
saja hal ini sangat menggiurkan dan terbawa sampai ke dalam mimpi oleh si minim
ekonomi itu.
Karena
saking mempesonanya makna wisata menengah ke atas itu, maka banyak orang
kepingin bisa melakukannya, kepingin bisa berkunjung ke tempat yang jauh-jauh
dengan berbagai macam atraksinya. Segala daya dan upaya dikerahkan oleh
orang-orang ini demi mencapai tujuan tersebut. Pada akhirnya memang
tersampailah maksud tersebut karena banyaknya fasilitas ekonomis yang
ditawarkan dalam paket-paket wisata ke tempat-tempat jauh itu.
Akan tetapi,
maknanya kemudian bergeser. Dengan segenap keterbatasan dana yang dimiliki dari
hasil mengumpulkan sedikit demi sedikit sehingga mengharuskan waktu kunjungan
yang singkat dengan lokasi sebanyak mungkin. Lalu yang terjadi kemudian adalah
"wisata pernah" di mana atraksi dan lama waktu itu tidak penting,
makna dan kualitas itu tidak penting karena yang paling penting adalah
"pernah" berkunjung atau berada di lokasi wisata atau daerah, kota,
negara yang jauh-jauh itu. Kaum "wisata pernah" ini semakin hari
semakin bertumbuhan dan membangun sejarah hidupnya sendiri dengan segala
keyakinan dan kebanggaannya. Bagi mereka, hidup akan nampak semakin berwarna
dan berasa dengan "wisata pernah". Tidak peduli apa maknanya, apa
filsafatnya, apa keuntungan psikologisnya. Yang penting adalah
"pernah". Hidup pernah!!
Eko Ompong, Kuala Lumpur, 21 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar