Rencana
dibuat dengan maksud agar ketika pelaksanaan nanti, lebih mudah mencapai
tujuan. Rencana bisa saja sederhana atau rumit. Persiapan dibutuhkan dan
perkiraan-perkiraan dilontarkan serta dicatat, dijadikan sebagai bahan untuk
mengantisipasi keadaan yang tidak diinginkan. Rencana juga terkadang tidak
hanya dibuat satu macam, melainkan berbagai macam, sehingga segala kendala yang
bakal dihadapi sudah dipersiapkan langkah penanggulangannya. Rencana yang
sangat baik biasanya menggambarkan hasil yang baik pula.
Dalam sebuah
rencana perjalanan, titik-titik tujuan serta cara dan prasyarat menuju titik
itu ditentukan bersama dengan ketersediaan waktu yang dimiliki. Ketika semua
sudah disiapkan dengan cermat, maka kemudian tergambar tujuan yang akan dicapai
itu terang benderang. Tinggalah kegiatan dilakukan sesuai rencana dan semua
pasti akan beres. Sayangnya, kenyataan itu bukanlah sebuah perkiraan. Hitungan
waktu dalam kenyataan itu adalah kini atau sekarang ini, bukan kemarin atau
besok. Ketika rencana dibangun maka perkiraan waktunya adalah ke depan dan
bukan sekarang. Inilah yang menjadi pangkal selisih antara rencana dan yang
nyata.
Selain itu,
faktor pelaku yang sejatinya mengikuti kaidah waktu ini, sering mengabaikan
arti dari kata “kini” itu sendiri. Ia merencanakan sesuatu pada saat ini dengan
kondisi fisik dan mental yang baik dan dengan demikian, maka gambaran pelaksanaan
rencana itu juga ia anggap sebagaimana kondisinya saat rencana dibuat. Padahal
ketika rencana itu berlaku, maka kaidah kekinian itu menyelimuti si pelaku yang
mana kondisi fisik dan mentalnya juga akan terpengaruh. Pada kenyataannya
kemudian rencana itu bisa saja berubah dengan seketika, apabila pelaku
terpengaruh pada keadaan yang terjadi secara nyata mungkin karena cuaca, waktu,
logistik, kegiatan, tenaga atau apapun.
Kekinian si
pelaku yang terlingkupi kenyataan itu kemudian akan memengaruhi keterlaksanaan
rencana. Pada taraf ini, tujuan itu bisa saja berganti atau terkurangi. Semua
sangat tergantung dari kondisi si pelaku pada saat pelaksanaan itu. Jika
situasinya masih bisa dikendalikan secara fisik dan mental, maka tujuan-tujuan
itu bisa saja tetap tercapai. Namun jika tidak, maka pelaku akan terjebak pada
kondisi kekiniaannya, sehingga rencana yang telah dibuat dengan cermat itu
mudah terlupa. Pada detik ini apabila ia ditanya apa sebenarnya rencananya,
maka dengan mudah akan dijawab tidak tahu. Artinya, ia butuh rehat, butuh
melupakan rencana, butuh bersiap kembali fisik dan mental untuk menolak kata
tidak tahu dan mengubahnya kembali menjadi sebuah rencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar