Seringkali dalam sebuah kegiatan di area substansi
tertentu, langsung terfokus pada tujuan. Cara dan strategi yang digunakan untuk
mencapai tujuan itu selalu dieksplorasi dalam area substansi itu sendiri.
Namun, dalam banyak peristiwa, persoalan yang substansial itu terselesaikan
ketika eksplorasi menembus batas hingga sampai pada area di sekitarnya. Memang
tidak langsung sifatnya, tetapi area sekitar substansi itu menyediakan
kesadaran yang setia menunggu untuk disentuh. Archimedes menyadari hukum berat
jenis benda ketika mandi dan bukan pada saat eksperimentasi di laboratorium.
Demikian pula kesadaran konsepsi mengenai photon yang terlenting keluar dari
kepala Einstein ketika ia bermain-main dengan lampu senter.
Sekitar substansi
menebarkan banyak nilai yang belum terikat oleh satu atau bermacam substansi.
Jadi, ia bebas berdiri serta siap untuk dimaknakan oleh siapapun yang terlibat
dalam persoalan substansi. Dalam kaidah akademis pun, area sekitar substansi ini
yang dijadikan acuan untuk menemu pokok soal yang akan dibicarakan secara
substansial. Dan soal-soal yang muncul kemudian di ranah substansi itu pasti
dihadapkan pada area di sekitarnya. Orang membicara dan menyoal pajak banyak
menyinggung produk hukum, nilai sosial dan atau kewajiban bernegara. Ia tidak ansich cerewet mengenai pajak melulu.
Jika ia bergeming di ranah substansi, maka menjadi tak lumrah. Dan jika orang
melakukan itu, ia dianggap bodoh atau kurang wawasan.
Anehnya, dalam
banyak proses belajar yang legal dan formal, substansi ini diajarkan secara
substansial saja. Segala persoalan dicari solusinya di ranah itu juga. Oleh
karena itu, substansi kemudian terjebak dalam dirinya sendiri. Ia lupa bahwa ia
adalah bagian dari kehidupan di mana keberlangsungannya tidak hanya ditentukan
oleh yang substansi. Pada akhirnya, soal-soal substansi yang dijawab secara
substansial dan melupakan sekitarnya menjadi tidak terhubung secara langsung
dengan kehidupun, di mana masalah sesungguhnya berserakan dan menunggu untuk
diselesaikan. Orang-orang yang lahir dari proses ini disebut terpelajar, yang
artinya telah banyak belajar.
Dengan demikian,
ia dikata pintar menyelesaikan soal. Tapi soal-soal substansi semuanya dijawab
secara substansial yang melupakan sekitarnya dan tidak terhubung secara
langsung dengan kehidupun di mana masalah sesungguhnya berserakan dan menunggu
untuk diselesaikan. Sementara, orang-orang terpelajar ini hidup dan menjadi
bagian dari kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar