Dalam jiwa ilmu pengetahuan, inti yang paling dicari
adalah kebenaran yang berlaku secara universal. Artinya, bukan kebenaran yang
menurut diri sendiri, melainkan yang berlaku untuk siapa saja. Jalan menuju
kebenaran ini bermacam-macam metodenya. Haruslah mengalami kajian mendalam dan
ujian ketat sampai pada akhirnya diterima secara sah sebagai kebenaran yang sering
disebut sebagai teori, rumus, atau formula. Hanya sedikit orang yang sanggup
menemukan kebenaran semacam ini. Dan orang tersebut pastinya cerdik cendekia
dalam bidangnya.
Semakin banyak
jumlah manusia, semakin banyak wilayah didiami. Semakin banyak masalah, semakin
banyak pula bidang pengetahuan yang perlu dipelajari, sehinga semakin banyak
pula keperluan untuk menemukan atau mengungkapkan kebenaran. Kebutuhan akan
insan cerdik cendekia dengan demikian pun bertumbuh pesat agar
kebenaran-kebenaran muncul dan masalah-masalah teratasi. Upaya logis dan sahih
dari tuntutan ini adalah bertumbuhnya akademi. Tempat untuk menggembleng
manusia menuju cendekia.
Kajian mendalam
dan ujian ketat untuk mencapai kebenaran diformulasikan sedemikian rupa ke
dalam tahap-tahap pemikiran dan perkembangan logika dalam kurun waktu yang
panjang. Untuk dapat mengungkapkan sebuah kebenaran, seorang manusia dalam
logika akademi harus menjalani ritual pengetahuan yang melelahkan, mulai dari
taman kanak-kanak hingga menuju universitas. Selesai dari tahap yang satu ia
harus naik ke tahap berikut, sampai pada akhirnya siap untuk menyampaikan
kebenaran atas masalah yang terjadi dan dipelajari.
Jika hanya waktu
yang dibutuhkan dalam menempuh tahapan-tahapan ini, tentu saja banyak orang
yang sanggup. Namun kensicayaan kapital juga amat sangat dibutuhkan dalam dunia
akademi modern. Jadi untuk dapat mengungkapkan kebenaran dan mendapatkan
pengakuan, tidak sedikit dana yang harus dikeluarkan. Jika hanya ingin
mendapatkan kecakapan atau keterampilan tertentu, maka tahap akademi yang
ditempuh tidaklah perlu terlalu tinggi dan tidak membutuhkan kebenaran baru
atas sebuah masalah baru. Karena
jiwa pengetahuan membutuhkan kebenaran universal dan sahih atas satu soalan
tertentu, maka tahapannya penuh haru-biru.
Pada tahapan
sarjana, seseorang hanya dimampukan untuk menuangkan pikiran dan pendapat
orang-orang cerdik cendekia mengenai satu soalan yang dihadapi secara
deskriptif dan logis. Baru pada kualifikasi master, ia bisa dan boleh mengungkapkan
pendapatnya sendiri setelah melalui serangkaian saringan dan serapan dalam
tuangan tulisan ilmiah terarah. Tidak mudah dan tidak murah jalan yang harus
ditempuh untuk mengungkapkan pendapat kebenaran dalam logika akademi. Tidaklah
menjadi masalah sesungguhnya ketika memang kebenaran adalah tujuan utamanya.
Dalam kehidupan,
nilai kebenaran ini kemudian terinterpretasi dalam level kualifikasi akademis
pengungkapnya. Jadi kebenaran itu terletak pada siapa yang mengungkapkan dan
bukan pada kebenaran itu sendiri. Logika umum sebagai hasil interpretasi dari
logika akademi ini memengaruhi alur logika induknya, sehingga logika akademi
mengenai kebenaran mengikuti arah logika umum di mana bukan lagi kebenaran yang
utama, melainkan level kualifikasi akademi seseorang yang menjadi penentu
apakah sesuatu itu benar atau salah. Logika ini kemudian secara pelan dan pasti
juga menjiwai kehidupan akademi. Pada akhirnya bukan lagi kebenaran sebagai
tujuan utama, melainkan level kualifikasi akademi itulah tujuan akhirnya. Sebab
semakin tinggi level itu, semakin benar pula apa yang disampaikan. Kebenaran
lalu memiliki strata. Padahal strata itu sejatinya tidak berhubungan sama
sekali dengan kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar