Kamis, 01 September 2016

Nyata di Gagasan



Seseorang yang telah banyak makan asam-garam dan karena satu dan lain hal dianggap punya "nama" dalam bidang yang digelutinya, biasanya selalu merenda hidup dengan cerita-cerita masa lalu yang menakjubkan. Di sembarang tempat, waktu, dan kumpulan orang, cerita-cerita itu bertebaran di udara, mampir di telinga-telinga yang terkadang kagum, terkejut atau terpaksa. Semakin banyak kesempatan dan orang, semakin riuh dan renyah pula cerita itu meluncur dari mulutnya. Padahal logika sederhana dan umum memberi pencerahan bahwa orang yang sering bercerita kejayaan masa lalu itu, masa kininya lebih banyak diam atau tidak beraktivitas lagi seperti apa yang selalu ia ceritakan.

Herannya, jika ditanyakan kepadanya tentang apa yang akan dilakukannya saat ini, dengan segala kegagahan – yang juga masa lalu – ia akan menjelaskan panjang lebar rencana-rencananya. Bukannya bicara bijaksana bahwa ia tak lagi beraktivitas seperti dulu, namun justru merasa tertantang dan seperti terhina sehingga gagasan-gagasan yang sekiranya hebat ia kemukakan. Ia akan menceritakan bagaimana nanti ia berbuat, bagaimana nanti ia berlaku, dan bagaimana nanti ia beraksi. Semuanya serba "nanti". Namun hal itu dikisahkan seperti pernah terjadi persis seperti ketika ia menceritakan masa lalunya.

Jadi, bagi yang mendengar adalah "nanti", namun bagi yang bercerita adalah "lalu".

Hal ini selalu saja terulang dalam setiap kesempatan dan pertanyaan yang sama. Dengan tanpa ada cuatan kesadaran diri, gagasan-gagasan yang diceritakan seperti seolah telah terjadi dalam kenyataan itu menjadi logika baku. Logika yang memenjara si pencerita yang tak akan pernah sadar bahwa kenyataan yang ia paparkan itu sebenarnya masih berupa gagasan dan bahkan sampai waktunya habis pun tak akan pernah terwujudkan dalam kenyataan.


Eko Ompong, Kuala Lumpur, 21 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar