Sebuah perayaan selalu bersifat besar dan meriah. Segala
hal yang tak biasa, disiapkan dan direncanakan dengan baik. Perayaan terkait
langsung dengan apa dan siapa yang merayakan. Jika sudah dikaitkan dengan siapa
yang merayakan, perayaan bisa berwujud lain atau keluar dari rencana semula.
Ini bukan karena bertambahnya gagasan atau pernak-pernik untuk lebih meriahnya
sebuah perayaan, melainkan berubahnya status perayaan menjadi media eksistensi
bagi yang merayakan.
Segala hal yang telah disiapkan untuk perayaan adalah
segala hal yang digunakan untuk merayakan si pelaku perayaan. Ia menjadi lebih
heboh dari acara yang telah disusun. Ia hadir dengan segala bentuk penilaian
atas diri sendiri oleh orang lain, dan itu semua ada dalam kepalanya. Semua
seolah didesain untuk menyaksikan dan mengaguminya.
Sehingga pada
akhirnya, perayaan beserta maknanya itu sama sekali tidak ada, sebab semua
berakhir pada keinginan orang yang merayakan itu. Ialah bintangnya. Ialah
tujuan akhirnya. Akan tetapi ia lupa bahwa soal nilai sejati itu tidak pernah
bisa direka-reka. Ketika ia mengharap sanjungan dari setiap orang yang datang
pada perayaan itu, bisa jadi hanya senyum dan ucapan kekaguman semu. Ketika ia
mengharapkan puja, bisa jadi ia hanya menerima segala bentuk kalimat yang
maknanya sekedar mengiyakan, padahal sesungguhnya benar-benar menidakkan.
Kalau saja semua
yang hadir dan seluruh panitia diperbolehkan jujur, bisa jadi ia mendapat
cemoohan atau umpatan karena telah menggunakan perayaan sebagai media
eksistensi diri. Kalau sudah begitu, sebuah perayaan tidak akan benar-benar
ada, sebab pelaku perayaan bakal tahu apa yang sesungguhnya akan ia dapatkan
nantinya.
Eko Ompong, Tanjungkarang, 4 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar