Ketersediaan barang-barang konsumsi terkadang melebihi
apa yang sejatinya diinginkan dewasa ini. Di setiap pasar baik itu tradisional
maupun modern, etalase aneka benda berjajar memenuhi rasa ingin. Tidak lagi
peduli barang itu dibutuhkan atau tidak. Mereka hadir dengan warna-warni
memikat hati.
Yang menjadi persoalan dari tumpah ruahnya materi
konsumsi adalah bukan hanya bagaimana cara untuk memilikinya, namun juga
bagaimana menentukan apa yang selayaknya untuk dimiliki. Keberanekaragaman
bentuk dan jenis dengan fungsi yang sama dalam satu benda itu mengharuskan otak
untuk berpikir pada ketepatan dan keserasian fungsi, tampilan, dan juga merk
dagang. Kebutuhan akan fungsi benda yang diinginkan sering terabai karena
pertimbangan bentuk tampilan dan merk dagang.
Agenda memilih dan memilah telah mengambil waktu lebih
banyak, sehingga pada akhirnya ketersediaan waktu untuk menentukan menjadi
sangat kurang. Pada saat inilah kemudian penentuan itu bergeser dari skala
fungsi benda menjadi ukuran penampilan. Kalau sudah begini, yang terjadi
berikutnya adalah penyesalan atau kekecewaan akan benda terbeli itu. Namun
karena telah terlanjur terbeli sehingga rasa penerimaan yang dipaksakan muncul
dengan sendirinya, "Ya sudahlah, terlanjur dibeli. Padahal tadi maunya yang
itu, bukan yang ini."
Soal lain lalu
muncul tanpa menunggu waktu lama, sebab kehendak pada yang seharusnya
mengalahkan rasa penerimaan yang dipaksakan itu. Kehendak ini bahkan seperti
teror yang tak bisa lagi ditangkal. Ia mengharuskan untuk segera diwujudkan.
Karena daya desakannya yang begitu kuat, maka ia akan mengarahkan kembali pada
deretan etalase benda-benda yang seharusnya dibeli itu.
Namun begitu
sampai pada tempatnya, bukannya kemudian langsung membeli benda dimaksud,
melainkan kembali lagi pada proses awal yaitu memilih dan memilah. Karena untuk
yang kedua kalinya, maka kegiatan memilih dan memilah dilakukan dengan lebih
teliti sehingga memakan waktu yang lebih lama dari sebelumnya. Oleh karena itu
waktu untuk menentukan sangat sedikit, sehingga ketika saatnya tiba, ia tak
lagi bisa menentukan karena dilanda kebingungan akibat banyaknya pilihan dan
pilahan. Akhirnya, tak ada satupun yang dibeli sehingga rasa kecewa itu tetap
ada. Dan proses seperti ini akan senantiasa muncul. Berulang-ulang seakan sulit
berhenti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar