Orang sering
berkata sinis dan meninggi nada ketika ada seseorang yang berlaku sombong,
sementara menurut takaran keumuman, si orang tersebut tergolong miskin secara
ekonomi. “Sudah miskin, sombong lagi!!”, begitu kira-kira.
Hmm.. lalu apa
salahnya? Kalaupun mau sombong, mengapa harus menunggu jadi kaya duluan? Bisa
jadi orang itu nanti tak akan pernah sombong seumur hidup karena seluruh cerita
kehidupannya dijalani dalam kemiskinan ekonomi. Kalau demikian kan nggak akan pernah lengkap kisah
perjalanannya. Masak sebagai manusia
belum pernah sekalipun sombong. Ahh, terlalu sedih rasanya.
Jadi, agak nggak bener lah orang yang bersinis ria
tadi. Sombong itu justru perlu dilakukan ketika sedang miskin atau oleh
orang-orang miskin. Bukankah orang miskin itu digambarkan sebagai yang tidak
punya apa-apa? Nah, dengan sombong itu ia jadi punya apa-apa. Semacam eksistensi
atau penanda dirinya memang ada. Karena sombong pulalah maka ia bisa dengan
gagah menatap dunia, termasuk di dalamnya diriku dan dirimu. Lalu kemudian kita semua menjadi tahu bahwa dia
memang benar-benar ada.
Jadi, jika kamu
miskin, maka sombonglah! Semakin miskin, semakinlah sombong! Biarkan dunia
melihat keberadaanmu! Tetapi jika kamu kaya dan sombong, maka sesungguhnya
kamulah yang miskin. Semakin sombong, semakinlah miskin dan itu justru akan
menghapus keberadaanmu!
Eko Ompong, Klidon, 27 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar