Ada hal yang menarik ketika membicara kiri dan kanan.
Dalam khasanah budaya Timur, kanan selalu
dianggap sebagai simbol nilai-nilai yang baik, sedangkan kiri sebagai
yang jahat. Oleh karena itulah, semenjak usia anak-anak, kita dididik untuk
mengutamakan penggunaan anggota tubuh bagian kanan. Memberi sesuatu harus pakai
tangan kanan, melangkah ke masjid harus kaki kanan duluan, dan seterusnya.
Sekali saja kita melakukan hal-hal tersebut dengan bagian tubuh yang kiri,
pasti amarah atau damprat akan mendarat dengan cepat. Lalu, segera saja rasa
bersalah itu menjalar ke seluruh tubuh dan mengeram dalam-dalam di pikiran agar
besok di kemudian hari hal itu tak lagi diulangi.
Mungkin
kelihatannya sepele dan lumrah-lumrah saja. Tapi benarkan demikian? Jika memang
kanan itu hanya sebagai simbol nilai-nilai yang baik, maka titik berat sesungguhnya
ada pada nilai-nilai baik itu dan bukan pada simbolnya. Misal saja, aktifitas
memberi adalah nilai kebaikan, maka titik beratnya ada pada kegiatan memberi
dan bukan pada keharusan memberi dengan tangan kanan.
Tangan kanan atau
sesuatu yang dilakukan dengan bagian tubuh kanan kemudian menjelma menjadi
semacam jebakan bentuk yang justru lama kelamaan melunturkan nilai itu sendiri.
Semacam, memberi dengan tangan kanan tapi berwajah dingin tetap dianggap lebih
baik daripada memberi dengan tangan kiri dan tersenyum.
Tanpa disadari,
tindakan meng-kanan-kan ini mematikan potensi yang kiri, sehingga yang kiri
banyak mengalami kemandulan kinetik. Tidak seluwes dan seproduktif yang kanan.
Kerepotan ini akan menemukan masalah sejatinya ketika seseorang harus bekerja
dengan menggunakan semua bagian tubuh baik yang kanan maupun yang kiri.
Bagaimana kinerjanya akan baik jika sejak kecil yang kanan diutamakan sementara
yang kiri dimandulkan? Alangkah lebih bijak jika dikembalikan pada nilai
sesungguhnya saja.
Jadi, memberi itu
adalah tindakan yang baik bahkan ketika itu dilakukan dengan menggunakan tangan
kiri. Sementara itu, mencopet adalah tindakan jahat, bahkan ketika itu
dilakukan dengan tangan kanan. Nilai bisa berwujud dalam bentuk apa saja dan
seyogianya bentuk tidak memperkosa nilai dan menjajah pikiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar