Secara umum diyakini bahwa satu karya kreatif dimulai
dari imajinasi. Artinya, pikiran membuat gambaran-gambaran abstrak sekaligus
mengasosiasi dan mengkristalisasikannya menjadi apa yang disebut gagasan.
Barulah kemudian melalui serangkaian proses kerja ia mewujud ke dalam bentuk
konkret. Untuk itu kemudian didengungkan bahwa anak atau orang yang miskin
imajinasi menjadi pasif, penerima, dan sama sekali jauh dari kata kreatif.
Beberapa cara, teknik dan metode melalui seminar atau ceramah ilmiah
menggaungkan pentingnya imajinasi sebagai landasan kreasi, bahkan pada bidang
ilmu keras. Contoh yang umum dan melegenda adalah sejarah hidup dan karya
Leonardo da Vinci yang begitu memesona.
Namun,
membangkitkan imajinasi bagi sebagian besar orang tidaklah mudah. Kesuntukan
agenda hidup sehari-hari yang pragmatis telah mengubah pikiran menjadi mekanis,
sehingga imajinasi tidak lagi dianggap perlu, sebab toh hidup ini nyata. Tetapi
di sisi lain, keinginan membangkitkan imajinasi – yang kemudian secara gagah
ditambahi menjadi imajinasi kreatif – merupakan keniscayaan. Ia dikatakan mampu
menjawab tantangan hidup masa datang di mana kompetisi semakin ketat. Oleh
karena itu, yang tidak punya daya cipta baik itu dalam bentuk barang atau jasa
akan termarjinalisasi.
Tetapi sekali
lagi, membangkitkan imajinasi bukanlah perkara yang mudah kecuali ketika sedang
mengalami demam tinggi. Panas tubuh yang berada di atas normal itu kemudian
dengan sendirinya mengacaukan otak. Membuat jaring-jaring pikiran tak lagi
linier. Ia akan melompat-lompat dan lepas dari nilai-nilai logika.
Gambar-gambar abstrak bermunculan dengan bebasnya. Semuanya unik dan mengandung
berjuta rasa. Bahkan dalam panas yang lebih tak terkendali, ia akan mewujud
dalam racauan yang menabrak batas ruang dan waktu. Benar-benar memuntahkan
jutaan imajinasi yang disebut-sebut sebagai landasan kreasi.
Mungkin saja satu
saat nanti akan muncul metode demam sebagai pembangkit imajinasi di mana sang
mentor membawa serangkaian mesin yang mampu membangkitkan demam, merekam
imajinasi-imajinasi yang muncul dalam panas tubuh tertentu, dan setelahnya
menghentikan demam itu. Kemudian ia mengasosiasi, mengkristalisasi, menyusun,
dan mengklasifikasi gagasan-gagasan atas dasar imajinasi-imajinasi itu.
Wah, kalau ada,
pasti itu sangatlah menarik. Namun bagaimana pun juga, aku tak mau ambil bagian
di dalamnya baik sebagai mentor ataupun peserta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar