Kamis, 01 September 2016

Dewasa yang Menyedihkan



Pada umumnya, sejak dini manusia diajari untuk menghargai sesama. Proses ini sering disejajarkan dengan pendewasaan diri. Artinya, semakin sadar seseorang akan keberadaan sesama untuk dihormati, semakin dewasa pula ia. Orang yang mau menang sendiri dan acuh pada yang lain, dianggap kekanak-kanakan. Memang dalam laku hidupnya, manusia dewasa sedikit kurang rasa mementingkan diri demi memperhatikan keberadaan manusia lain.

Namun dalam kompleksitas hidup yang melulu kompetitif ini, sikap kedewasaan itu tergerus keadaan. Pada mulanya mungkin tak dilakukan dengan sadar misalnya menyerobot antrean, menguasai papan informasi sendirian tanpa hirau dengan orang yang berada di belakangnya atau berdiri di jalur orang lewat hanya demi melihat pesan di telepon genggam. Semua mungkin karena waktu dan ketergesaan, sehingga hal-hal semacam itu terjadi. Masihlah bisa dimaklumi jika demikian.

Rupanya, dalam arena kompetisi hidup ini, waktu dan ketergesaan itu berubah menjadi kebiasaan dan maknanya bergeser menuju ketidaksabaran. Semua menjadi tidak sabar untuk mencapai sesuatu dengan mendahului yang lain. Bahkan untuk hal yang remeh dan tak berkualitas pun lomba saling mendahului ini terjadi. Anehnya, hal-hal seperti ini dilakukan dengan penuh kesadaran. Bahkan ketika untuk menjadi yang pertama itu harus meniadakan yang lain.

Orang rajin menjilat atasan dan menendang bawahan untuk naik posisi. Orang suka hak previlese yang berarti mengangkangi hak yang lain. Orang suka menjadi special member bahkan ketika harus berhutang untuk membayar iuran bulanan atau tahunan keanggotaannya. Orang rela berdesak dan saling injak demi sembako gratis. Dan masih banyak lagi hal-hal serupa yang dapat memperpanjang daftar.

Intinya, sudah tak ada lagi makna penghargaan atas orang lain sebagai dasar nilai kedewasaan diri dan keutamaan manusia itu. Semua saling berlomba untuk menjadi yang pertama, semua menjadi kanak-kanak dalam tubuh orang dewasa. Semuanya benar-benar menyedihkan.


Eko Ompong, Kuala Lumpur, 4 Agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar