Orang
banyak bilang, “pasti ada hikmah di balik musibah”, dan hampir semua orang
mengamini hal ini. Selalu ada sesuatu di balik sesuatu. Di dalam penderitaan
selalu ada pelajaran yang dapat diambil, diresapi, dan kemudian diolah menjadi
tips atau cara mencegah penderitaan berikutnya. Hikmah selalu berkaitan dengan kesadaran
yang membimbing pada perbuatan. Jika hikmah hanya mengena pada kesadaran, maka
bisa jadi tak lama waktu kemudian akan terlupakan. Namun, hukum alam yang
dikata sebagai sebab-akibat itu pun akan melahirkan lingkaran berantai bagi
musibah dan hikmah ini.
Di
dalam kasus pandemi Covid-19 ini, semua manusia mendapatkan hikmah pentingnya
hidup sehat seraya membatasi diri demi mencegah luas-edarnya virus. Untaian kesadaran
atas hikmah ini kemudian diwujudkan dalam berbagai macam laku yang tak menunggu
waku lama menjadi semacam panduan khas yaitu mencuci tangan, jaga jarak sosial, kerja dari rumah, dan lockdown. Orang-orang kemudian dengan
suka-rela, tertib dan patuh melakukan hal tersebut – termasuk pemerintah. Namun
demikian, apa yang dilakukan ini tidak kemudian tak berdampak. Hukum
sebab-akibat alam itu selalu juga akan mengambil perannya. Hal ini mesti
diingat agar tidak terjadi laku berlebihan, karena laku berlebihan merupakan
salah satu shortcut menuju
sebab-akibat.
Dalam panduannya,
mencuci tangan harus dilakukan dengan menggunakan sabun di air mengalir selama
20 detik. Jika suka-cita melakukan hal ini dilakukan banyak orang dengan
frekuensi tinggi secara harian, maka bisa dibayangkan berapa air bersih yang
akan terbuang. Daerah dengan persediaan air bersih terbatas akan segera
kehabisan dan tidak bisa melayani apa yang dibutuhkan. Panduan jaga jarak
sosial, kerja dari rumah, dan lockdown
menjadi satu kesatuan yang memiliki dampak luar biasa. Jika tidak dipikirkan
cara pelaksanaannya dengan baik, maka panduan ini bisa-bisa melahirkan
pengangguran dan kelaparan masal. Bekerja dari rumah hanya bisa dilakukan oleh
sejumlah pekerjaan tertentu, jadi tidak bisa semua orang melakukannya. Orang
bisa selalu menjaga jarak jika ia lebih banyak tinggal di rumah, di lingkungan dengan
populasi proporsional, sementara hal itu belum tentu bisa dilakukan bagi orang-orang
yang tinggal di lingkungan kumuh nan padat. Jika lockdown dilakukan ketat sehingga siapapun harus mematuhinya, maka
harus ada jaminan keberlangsungan hidup (tempat tinggal, makan, dan pakaian) selama
aturan itu berlangsung kalau tidak tentu akan menjadi arena bunuh diri bersama
bagi kelompok orang tertentu. Pada akhirnya, hikmah yang lahir dari musibah itu,
jika salah dalam lakunya, dapat melahirkan musibah baru sebagai rantai sebab-akibat.
Untuk
itu, apa yang mesti dilakukan adalah pelambatan jalan menuju rantai
sebab-akibat melalui kesadaran. Dimulai dari kesadaran diri sendiri yang mesti
ditumbuhkan dalam empat kegiatan sebagai laku hikmah tersebut. Cuci tangan yang
bisa dilakukan mestinya melahirkan kesadaran untuk berbagi air bersih dengan
yang lain melalui hemat penggunaan air. Jaga jarak sosial yang bisa dilakukan
mestinya melahirkan kesadaran bahwa belum tentu semua orang tinggal di tempat
tak kumuh dan tak padat penduduk. Bekerja dari rumah yang dapat dilakukan
mestinya melahirkan kesadaran bahwa tidak semua orang memiliki penghasilan
dengan hanya berdiam di rumah. Karantina ketat yang bisa dilakukan mestinya
melahirkan kesadaran bahwa tidak semua orang memiliki tempat tinggal apalagi
ditambah persediaan bahan makan memadai.
Kesadaran-kesadaran
yang terlahir atas laku hikmah itu ini mesti mewujud dalam tindakan nyata. Hal paling
konkrit adalah dengan cara berbagi apa yang kita miliki dan bisa kita lakukan. Tindakan
berbagi sebagai wujud dari kesadaran yang terlahir karena pelaksanaan hikmah
itu merupakan salah satu pokok dari nilai kemanusiaan manusia. Karena pada dasarnya,
tidak ada satu manusiapun yang sanggup hidup sendiri, sehebat apapun dia. Semua
yang ada pada dirinya juga tak melekat selamanya karena di dalam hukum
sebab-akibat, keberadaan akan mengarah pada ketiadaan, cepat atau lambat. (**)
Rumah,
080420
Luar biasa Mas Eko,tetap berkarya ditengah pandemi covid 19.Semangat!!!
BalasHapusSip!!
BalasHapus