Selasa, 31 Maret 2020

Hoax Tak Lagi Garang


Hoax sekarang ini dipahami hanya sebagai berita bohong semata. Sementara pada penggunaannya yang menghebohkan, yang dikenal sebagai hoax Sokal atau Sokal affair[*], hoax ditujukan untuk menguji ketelitian para ahli atas sebuah tulisan ilmiah. Si penulis hoax ini juga seorang ahli sehingga karya tulisnya jika tidak dikaji secara teliti seolah-olah  terbaca benar dan dapat dipercaya. Karena fungsinya untuk menguji, maka ketika karya tulis ilmiah hoax itu berhasil dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, barulah penulis mengatakan bahwa apa yang ia tulis bukan sesuatu yang benar. Pengungkapan ini membawa implikasi mendalam  - keras menohok - bagi para pengasuh jurnal ilmiah agar selalu teliti dalam menyeleksi tulisan yang dikirimkan. Jadi menurut penggunaan dalam peristiwa ini, hoax lebih bermakna fungsional. Sumbernya terpercaya, berita atau informasinya seolah-olah bisa dipercaya dan mengandung kebenaran dengan fungsi untuk menguji ketelitian (memperdaya) orang atau lembaga yang mempercayai.

Pada penggunaan seperti ini hoax tampil garang karena ia menantang orang atau lembaga untuk melakukan telisik mendalam. Misalnya, di dalam sebuah pubilkasi seorang kepala daerah menginformasikan ke masyarakat bahwa ia berhasil membawa daerah tersebut unggul dalam hal pendapatan, pendidikan, dan pemanfaatan sumber daya di banding daerah lain. Namun di sisi lain ia tidak menginformasikan angka kriminailtas dan korupsi di daerahnya yang tercatat sebagai tertinggi. Informasi ini tergolong hoax karena disampaikan oleh sumber terpercaya (kepala daerah), beritanya seolah-olah benar dan bisa dipercaya (sisi keunggulan ditonjolkan untuk menutup sisi negatif yang dimiliki) dengan fungsi meningkatkan kepercayaan masyarakat (yang terpedaya atau tak teliti). Data-data yang ditampilkan tentang pendapatan, pendidikan, dan pemanfaatan sumber daya ini memang faktual dan sangat akurat sehingga memungkinkan orang untuk takjub dan tidak lagi melihat sisi lain. Sementara ukuran keunggulan daerah itu mesti dilihat dari semua sisi. Akhirnya hanya orang-orang ahli pemerintahan yang paham bahwa ada sesuatu dari informasi tersebut yang sengaja disembunyikan.

Contoh kasus laporan kepada daerah tersebut membuktikan betapa garangnya hoax. Namun dewasa ini, hoax tak lagi dilihat secara fungsional melainkan berpusar pada definisi “kebohongan” semata. Akhirnya banyak kabar yang benar-benar salah yang semestinya tidak bisa dikatagorikan sebagai hoax disebut hoax. Banyak berita atau informasi dari sumber tidak terpercaya tentang sesuatu yang pada akhirnya diketahui tidak benar dikatakan sebagai hoax. Padahal dari sumbernya saja jelas tidak terpercaya, maka semestinya katagorinya bukan hoax. Keadaan ini semakin merajalela dalam dunia medsos di mana siapa atau organisasi apa saja dapat mengirimkan informasi atau data. Orang tidak lagi melihat kredibilitas sumber data dan si penyampai data. Orang terjebak hanya pada data atau informasi tersampai. Jika informasi itu tidak benar namun telah menyebar – jelas akan menyebar karena diunggah ke medsos – disebut sebagai hoax. Sampai-sampai aparat menangkap penyebar “hoax” semacam ini dan menyadarkan masyarakat akan bahaya “hoax” yang belum tentu hoax itu. Pada penggunaan dan perkembangan pemahaman semacam ini hoax tak lagi garang. Ia turun kelas menjadi sekedar berita, informasi, atau data tak benar (bohong) saja. 

Sementara jika ditinjau lebih mendalam, kabar atau informasi yang beredar yang disebut “hoax” itu bisa saja termasuk ke dalam misinformasi atau disinformasi. Secara lebih jelas, hoax dapat dimaknai sebagai kepalsuan yang sengaja dibuat untuk disamarkan sebagai kebenaran. Sedangkan disinformasi berarti informasi yang sengaja menyesatkan dan misinformasi merupakan informasi yang memang salah[†]. Hoax dalam pemaknaan ini jelas membutuhkan kecerdasan karena ia mesti menyamar dengan lihai (membutuhkan keahlian tertentu) agar dianggap sebagai benar. Ia lebih garang baik dalam proses maupun dampaknya jika dibandingkan dengan misinformasi atau disinformasi. Namun toh, kegarangan hoax tetap tidak akan ada artinya di tengah kehidupan penuh tipu daya semacam dunia maya, karena untuk mencari yang sungguh-sungguh benar hampir mustahil tertemukan atau bahkan tidak ada. Terlebih bagi banyak orang sekarang apa yang maya adalah nyata, sementara yang nyata hampir tidak diinginkan untuk ada. (**)

Rumah, 310320


[*] Alan Sokal (ahli fisika dan matematika), mengirimkan tulisan ilmiah yang dimuat oleh Jurnal Ilmiah ilmu humaniora Social Text pada tahun 1996. Namun tulisan itu kemudian disanggah sendiri oleh Sokal melalui sebuah artikel untuk memberi peringatan bahwa artikel yang dimuat di Social Text itu sebagai hoax. Ia melakukan itu untuk menguji apakah publikasi ilmiah (jurnal) akan selalu menerbitkan tulisan sesuai kaidah ilmiah atau tulisan yang isinya memenuhi/sesuai selera editor  (wikipedia.org/wiki/Sokal_affair).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar