Kemalasan bisa menghampiri setiap orang. Banyak hal yang ada di dalam pikiran dan berkehendak untuk diwujudkan. Namun tubuh seolah tidak mau digerakkan. Persis seperti pemain teater di atas panggung yang senang melihat lawan mainnya bermain dan enggan memberikan reaksi. Kesukaan menyaksikan membuat pemain itu terlena sehingga ketika tiba gilirannya untuk beraksi, ia menjadi kaku atau bahkan bisa saja lupa baris kalimat dialog yang mesti diucapkan. Kesibukan pikiran yang semacam itu akan menemukan jalan keluarnya ketika dituliskan. Bukan dalam format tertentu melainkan dalam bentuk tulisan apa saja. Logika kata penyusun kalimat dan kalimat penyusun paragraf bisa diabaikan yang terpenting adalah menuliskan apa yang ada dalam pikiran. Untuk ini, tubuh memang harus dipaksa sebab jika tidak, tubuh yang malas bergerak mengambil kontrol atas tindakan sehingga akhirnya tidak berbuat apapun. Menuliskan apa yang melintas atau mengeram dalam pikiran tanpa dibelenggu keruntutan logika atau penilaian benar-salah, pada akhirnya akan memunculkan pantikan. Hal itu bisa berasal dari kata atau kalimat tertulis atau ketika pikiran berkehendak melanjutkan kata dan kalimat yang tertulis. Bentuk pantikan ini bisa saja menghentak kesadaran sehingga memompakan energi pada tubuh untuk kembali bersemangat. Meski mungkin tidak bertahan lama namun kegairahan badani mampu menyokong kerja pikiran sehingga kata dan kalimat tertulis menjadi runtut. Pada saat ini kemalasan berubah menjadi gagasan. Kemalasan yang lahir dari banyaknya pemikiran memang bisa melahirkan hal yang tidak terduga ketika dituangkan dalam tulisan. Lain dengan kemalasan yang memang berasal dari raga. Kemalasan ini bisa saja hadir karena tubuh memerlukan rehat atau dalam kondisi tidak sehat. Pada saat ini, ikut merehatkan kerja pikiran sementara juga akan menyehatkan. Karena begitu tubuh menemukan kembali energinya, pada saat itu pula pikiran terhentak, bangkit untuk dikemukakan, untuk disuarakan. Dan suara pikiran terbaik adalah tulisan karena omongan mudah dilupakan dan kata-kata yang keluar dari mulut sama sekali tidak bisa dipegang. Beda dengan kata atau kalimat tertulis yang satu saat masih bisa kembali dibaca, direnungkan, dan menghentakkan lain gagasan. Jadi, obat mujarab kemalasan adalah menulis. Bahkan ketika ide dasar tulisan adalah kemalasan itu sendiri. (**)
Merapi Online, 250119
Ternyata saya sering mengalami kemalasan yang asalnya dari begitu banyaknya pikiran yang berseliweran mengenai permasalahan yang terjadi di sekitar saya, yang mengganggu hati dan pikiran saya... Dan ketika lelah memikirkannya, I do nothing then... oh!
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus