Gelisah adalah situasi tak tenteram, tak nyaman atau
khawatir. Seseorang yang sedang memiliki kegelisahan akan selalu cemas dan berada dalam situasi tak menentu. Karena
ketidaktentuan ini, kegelisahan dalam makna yang lebih dalam menyimpan
keinginan. Keinginan akan ketentuan meskipun itu sifatnya sementara. Dalam
upaya mencapai keinginan ini, seseorang yang gelisah akan selalu berusaha
dengan segala cara untuk menemukan jawaban sehingga yang tak tentu menjadi
tentu. Dalam rangka menemukan jawaban ini segala kemungkinan pertanyaan akan
dilontarkan. Tak pelak proses memproduksi pertanyaan dari orang yang gelisah
ini menjadi menarik karena pertanyaan adalah tanda mula dari lahirnya
pengetahuan. Tidak ada satu pun pengetahuan yang kemudian berubah jadi ilmu tidak
dimulai dari pertanyaan. Oleh karena makna terdalamnya berkait erat dengan
produksi pertanyaan, maka “kegelisahan” menjadi keniscayaan bagi insan berilmu
pengetahuan.
Seseorang yang sedang tumbuh nalar intelektualitasnya
akan terjangkiti kegelisahan ini. Ia akan menanyakan hampir segala hal demi
mengulik kebenaran dari apa yang dipertanyakan. Persis seperti anak kecil dalam
usia emasnya yang tak pernah bisa berhenti memproduksi pertanyaan. Seseorang
dalam kondisi semacam ini pasti akan sangat menjengkelkan, karena bahkan hal
yang semestinya mudah dipahami tetap akan dipertanyakan. Ia akan menabrak
segalanya dengan berondongan pertanyaan. Sebuah jawaban akan melahirkan
pertanyaan baru seolah-olah tak pernah selesai sampai kesadaran akan kebenaran
itu terpahamkan. Bagaikan Ronin, jawara pedang tak bertuan, seorang yang sedang
tumbuh nalar intelektualitasnya akan mengajak bertarung siapa saja. Bahkan ia
akan bertarung dengan dirinya sendiri. Sebuah pertarungan sebab kegelisahan
yang pada akhirnya menghasilkan pertanyaan-pertanyaan itu selalui melalui
proses pemikiran. Dan pertanyaan itulah kunci awal dari mengada, kunci awal
kesadaran akan keberadaan dan fungsi diri dalam lingkungan. Persis seperti dalil Cartesian, “Cogito, ergo
sum” atau “I think, there for I am”, atau “Aku berpikir, maka aku ada”. Dengan
demikian, kegelisahan yang pada akhirnya melahirkan pertanyaan adalah proses
untuk mengada.
Keberadaan manusia ditentukan oleh produksi pikirannya.
Inilah yang membedakan manusia dengan spesies lainnya. Produksi pikiran dalam
konteks ilmu pengetahuan dilakukan untuk mencari (menggali) kebenaran yang selalu
saja tidak pernah tetap. Satu pemahaman akan digantikan oleh pemahaman lain. Satu
teori akan digantikan oleh teori lain sesuai prasyarat yang ada. Karena sifatnya
yang tak tetap, maka kegelisahan tidak bisa dihadapi dengan ketetapan.
Kebenaran harus menjadi lentur, menyediakan dirinya untuk dibenturkan baik
secara korespondensif, koherensif maupun pragmatis dengan jalan dialogis
ataupun dialektis. Untuk menjemput kegelisahan dengan penuh suka cita seseorang
perlu menempatkan diri dalam posisi tidak tahu. Ketidaktahuan yang disadari merupakan
kesadaran sejati seorang ilmuwan sehingga dengan menempatkan diri sebagai orang
yang tak tahu, maka segala kemungkinan untuk mencari kebenaran akan terbuka
lebar. Dengan menyatakan diri tidak tahu, maka pikiran akan dengan mudah dibangkitkan
untuk mencari.
Pencarian melalui pikiran adalah keutamaan manusia. Pikiran
adalah penanda hidup manusia. Bahkan ketika fisik tidak bisa lagi bekerja pun
bukan halangan bagi pikiran. Berhentinya pikiran adalah berhentinya hidup,
meski fisik masih utuh. Manusia oleh karena itu perlu senantiasa menjaga
produktifitas pikirannya. Cara terbaik menjaga produktifitas pikiran adalah menulis
dan membaca. Kegiatan yang hampir semua manusia bisa namun tidak semua mau melakukannya.
Sementara itu, anekdot sains terbesar menyatakan bahwa Dinosaurus punah dari
muka bumi bukan karena asteroid, bukan karena gletser mencair, bukan pula
karena besarnya bencana. Dinosaurus punah dari muka bumi karena tidak bisa atau
mau menulis dan membaca. Jadi, kita tinggal memilih saja mau menjadi Dinosaurus
atau manusia.
Ternyata komentar saya begitu tulisan ini dipublikasikan tidak masuk...entah kenapa...
BalasHapusSaat itu saya berkomentar kira2 begini: Saya menduga bahwa tulisan di atas lahir juga karena sebuah kegelisahan memainkan perannya...
Saya teringat kata2 seorang guru besar yang pernah membimbing saya. Dikatakannya, "Karyamu tergantung pada gelisahmu, maka biarkanlah kegelisahan selalu menjadi bagian dari keberadaanmu di dunia akademik..." Thanks, mas Eko, untuk anekdot Dinosaurus-nya.
Sip!!
Hapus