Jumat, 18 Januari 2019

Antara Kegelisahan, Dinosaurus, dan Manusia

Gelisah adalah situasi tak tenteram, tak nyaman atau khawatir. Seseorang yang sedang memiliki kegelisahan akan selalu cemas  dan berada dalam situasi tak menentu. Karena ketidaktentuan ini, kegelisahan dalam makna yang lebih dalam menyimpan keinginan. Keinginan akan ketentuan meskipun itu sifatnya sementara. Dalam upaya mencapai keinginan ini, seseorang yang gelisah akan selalu berusaha dengan segala cara untuk menemukan jawaban sehingga yang tak tentu menjadi tentu. Dalam rangka menemukan jawaban ini segala kemungkinan pertanyaan akan dilontarkan. Tak pelak proses memproduksi pertanyaan dari orang yang gelisah ini menjadi menarik karena pertanyaan adalah tanda mula dari lahirnya pengetahuan. Tidak ada satu pun pengetahuan yang kemudian berubah jadi ilmu tidak dimulai dari pertanyaan. Oleh karena makna terdalamnya berkait erat dengan produksi pertanyaan, maka “kegelisahan” menjadi keniscayaan bagi insan berilmu pengetahuan.

Seseorang yang sedang tumbuh nalar intelektualitasnya akan terjangkiti kegelisahan ini. Ia akan menanyakan hampir segala hal demi mengulik kebenaran dari apa yang dipertanyakan. Persis seperti anak kecil dalam usia emasnya yang tak pernah bisa berhenti memproduksi pertanyaan. Seseorang dalam kondisi semacam ini pasti akan sangat menjengkelkan, karena bahkan hal yang semestinya mudah dipahami tetap akan dipertanyakan. Ia akan menabrak segalanya dengan berondongan pertanyaan. Sebuah jawaban akan melahirkan pertanyaan baru seolah-olah tak pernah selesai sampai kesadaran akan kebenaran itu terpahamkan. Bagaikan Ronin, jawara pedang tak bertuan, seorang yang sedang tumbuh nalar intelektualitasnya akan mengajak bertarung siapa saja. Bahkan ia akan bertarung dengan dirinya sendiri. Sebuah pertarungan sebab kegelisahan yang pada akhirnya menghasilkan pertanyaan-pertanyaan itu selalui melalui proses pemikiran. Dan pertanyaan itulah kunci awal dari mengada, kunci awal kesadaran akan keberadaan dan fungsi diri dalam lingkungan.  Persis seperti dalil Cartesian, “Cogito, ergo sum” atau “I think, there for I am”, atau “Aku berpikir, maka aku ada”. Dengan demikian, kegelisahan yang pada akhirnya melahirkan pertanyaan adalah proses untuk mengada.

Keberadaan manusia ditentukan oleh produksi pikirannya. Inilah yang membedakan manusia dengan spesies lainnya. Produksi pikiran dalam konteks ilmu pengetahuan dilakukan untuk mencari (menggali) kebenaran yang selalu saja tidak pernah tetap. Satu pemahaman akan digantikan oleh pemahaman lain. Satu teori akan digantikan oleh teori lain sesuai prasyarat yang ada. Karena sifatnya yang tak tetap, maka kegelisahan tidak bisa dihadapi dengan ketetapan. Kebenaran harus menjadi lentur, menyediakan dirinya untuk dibenturkan baik secara korespondensif, koherensif maupun pragmatis dengan jalan dialogis ataupun dialektis. Untuk menjemput kegelisahan dengan penuh suka cita seseorang perlu menempatkan diri dalam posisi tidak tahu. Ketidaktahuan yang disadari merupakan kesadaran sejati seorang ilmuwan sehingga dengan menempatkan diri sebagai orang yang tak tahu, maka segala kemungkinan untuk mencari kebenaran akan terbuka lebar. Dengan menyatakan diri tidak tahu, maka pikiran akan dengan mudah dibangkitkan untuk mencari.

Pencarian melalui pikiran adalah keutamaan manusia. Pikiran adalah penanda hidup manusia. Bahkan ketika fisik tidak bisa lagi bekerja pun bukan halangan bagi pikiran. Berhentinya pikiran adalah berhentinya hidup, meski fisik masih utuh. Manusia oleh karena itu perlu senantiasa menjaga produktifitas pikirannya. Cara terbaik menjaga produktifitas pikiran adalah menulis dan membaca. Kegiatan yang hampir semua manusia bisa namun tidak semua mau melakukannya. Sementara itu, anekdot sains terbesar menyatakan bahwa Dinosaurus punah dari muka bumi bukan karena asteroid, bukan karena gletser mencair, bukan pula karena besarnya bencana. Dinosaurus punah dari muka bumi karena tidak bisa atau mau menulis dan membaca. Jadi, kita tinggal memilih saja mau menjadi Dinosaurus atau manusia.

Kalasan-Klidon 16-18, 01, 19

2 komentar:

  1. Ternyata komentar saya begitu tulisan ini dipublikasikan tidak masuk...entah kenapa...
    Saat itu saya berkomentar kira2 begini: Saya menduga bahwa tulisan di atas lahir juga karena sebuah kegelisahan memainkan perannya...
    Saya teringat kata2 seorang guru besar yang pernah membimbing saya. Dikatakannya, "Karyamu tergantung pada gelisahmu, maka biarkanlah kegelisahan selalu menjadi bagian dari keberadaanmu di dunia akademik..." Thanks, mas Eko, untuk anekdot Dinosaurus-nya.

    BalasHapus