Dalam sebuah ruang maya, kabar tentang tawa yang dihasilkan kala menyaksikan tontonan dirayakan sedemikian rupa. Semua mengelu-elukan. Ada kegembiraan. Ada moral. Ada budaya. Ada kualitas karya. Dan, tawa membungkus di segala sisinya sehingga acungan jempol mengudara. Semua membuat diri terbangkit untuk ikut menyaksikan. Penilaian yang muncul secara massal bisa menjadi penanda kebenaran sementara. Tidak mungkin sebegitu banyak manusia peraya tidak mengabarkan kebenaran. Namun, ternyata yang maya seringkali tak beradu nyata. Tawa memang ada dan membungkus segalanya. Namun keringanan segala aspek pendukung itu terlalu nampak nyata. Mungkinkah ini tidak dilihat oleh semuanya? Hal-hal yang ternampak mudah, peristiwa yang dijahit terlalu kentara serta efek tawa yang telah terencana ini seolah tak terekam. Mungkin karena apa yang disajikan mewakili kehidupan sehari-hari yang mereka lihat. Atau bahkan dalam peristiwa tertentu mereka berada di dalamnya. Sehingga ketika hal-hal semacam ini disajikan dalam tontonan semua aspek lebur menjadi tawa bahagia. Persis seperti orang tua menyaksikan anaknya berpentas atau teman menyaksikan teman, saudara menyaksikan saudara. Terlebih ketika yang disaksikan itu direncanakan untuk menghasilkan tawa. Ya, mereka semua tertawa. Ya, mereka semua bahagia. Mereka semua seolah menemukan dirinya yang mungkin hilang akibat tekanan kenyataan sehari-hari. Tawa adalah instrumen paling murah penghilang tekanan namun tak mudah didapatkan. Jadi, tawaran tawa itulah yang menyeruak di sepanjang tontonan. Tawaran tawa itulah yang disebut mereka sebagai kualitas karena tawaran tawa itu menghindarkan sementara mereka dari tekanan. (**)
Domas, 03-03-18
Domas, 03-03-18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar