Sabtu, 08 Oktober 2016

Sepi

Pada saat mana di masa lalu yang terkurung kemiskinan itu aku selalu mengeluh – dalam hati karena tak berani menyuarakannya takut menyinggung rasa ibuku – karena harus berbagi kamar sempit dengan adik-adikku. Nggak ada privasi menurut orang modern yang juga berpendapat bahwa setiap manusia itu punya rahasia dan wilayah pribadi masing-masing. Pada masa itu jangankan wilayah pribadi bahkan rahasiapun aku tak sanggup untuk memilikinya. Semua pasti akan terlihat sejelas ikan dalam aquarium.
Tapi semua itu harus dijalani, dan anehnya keterpaksaan yang berjalan tahunan itu sempat menjadi  budaya yang mengeram cukup lama dalam sejarah hidupku. Melahirkan kesenangan dalam pola hidup komunal. Meniadakan kepemilikan pribadi dan membentuk rasa empati dan saling memberi. Benar-benar seperti slogan politik salah sebuah partai “bersama kita bisa”.
Sejalan waktu melaju dan karena keinginan sesuai usia aku menghendaki punya wilayah dan rahasia pribadi. Bahkan kepemilikan materi yang tegas dan jelas. Tahun-tahun pertama berjalan dengan baik karena kemudian aku adalah raja bagi diriku sendiri. Aku menjadi manusia modern yang dikatakan individualis namun mandiri. Psikologiku dikata berkembang sempurna karena semua persoalan itu adalah internal dan demikian pula jalan keluarnya.
Dalam sejarah hidupku kemudian kebahagiaan dalam persendirian itu menemu ujungnya dan mendadak aku mudah merasa sepi. Mudah merasa kehilangan. Mudah bingung dan murung di tengah keramaian. Mudah merasa memiliki dan mudah pula jenuh. Mudah lupa akan diri. Terlebih saat benar-benar berada sendiri, meski di tengah segala ada dan keluasan privasi, aku ditikam sepi dengan sadis!Dan dengan kesanggupan kamikaze aku berani menyerahkan hidup agar tak sepi, dan itu hanya bisa terjadi jika bersamamu kini.


tegaldlimo, banyuwangi, 031112

Tidak ada komentar:

Posting Komentar