Kamis, 01 September 2016

Keberanian



Membiasakan keberanian, bermula dari kepasrahan akibat ketidakmilikan yang membebaskan dari ikatan-ikatan materi. Adanya kebebasan membuat pikiran berani untuk menorobos kemustahilan. Perilaku hidup pun demikian jadinya. Semua serba ringan bahkan ketika menemu ketidakpastian. Karena yang pasti adalah ketidakmilikan, maka semua yang tidak pasti sesungguhnya juga tidak ada.

Karena itu tidak perlu ada rasa takut. Keberanian menyembul secara alamiah, menggelar jalannya yang lebar dan gagah. Rasa takut adalah perihal kehilangan. Jika tak ada lagi yang dipunya, maka rasa kehilangan menjadi tidak ada. Namun secara harfiah, wujud manusia adalah materi yang berada dan pasti. Ia memerlukan ikatan-ikatan untuk menegaskan keberadaan. Ikatan adalah penanda adanya kontak yang saling mempengaruhi yang melahirkan pengakuan atas diri dan orang lain.

Pengakuan semacam ini sebenarnya tidak pernah bisa merasuk ke dalam inti diri yang sesungguhnya. Ia hanyalah budaya kulit, yang mana untuk tampil cantik menggoda dibutuhkan polesan. Ketakutan akan hilangnya pengakuan menyemarakkan budaya polesan. Jadi, yang ditakuti akan hilang sebenarnya adalah kepalsuan karena ia budaya kulit, dan untuk mempertahankan yang kulit ini pun diperlukan kepalsuan lain berupa tindak memoles.

Jika semua hanya berupa kepalsuan, untuk apa menjadi takut kehilangan? Bahkan ketika yang tiada itu adalah materi sejati, ketakutan akan kehilangan juga tidak perlu ada, karena materi sendiri tidak akan merasakan apapun ketika tiada. Memupuk keberanian adalah belajar melepas rasa kehilangan akan materi yang melahirkan ikatan-ikatan.

 Eko Ompong, Chiang Mai, 4 Agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar